Multicursor - Busy

Minggu, 09 November 2014

Karangan bebas

Cahaya Pencuri



Konon, hiduplah manusia sebatangkara yang berprofesi sebagai pencuri. Sebut saja dia Kiki, perjalanan hidupnya dari kecil hingga dewasa ia lalui dengan aktivitas mencuri. “Tiada hari tanpa mencuri” itulah prinsip hidupnya. Ia mencuri bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya, tapi juga untuk menghibur dirinya. Jadi, saat dia sedang galau, untuk menghibur diri ia pergi mencuri.
Hari demi hari berlalu berganti bulan hingga berkumpul menjadi tahun, Kiki semakin tua dan ia merasa sebentar lagi ajal menjemputnya. Namun, di usianya yang sudah renta ia masih saja memiliki kekuatan untuk melakukan pencurian, seolah mencuri dan dirinya sudah melebur menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan dengan kata lain sudah mendarah daging. Ia memiliki kebiasaan mencuri dalam rentang waktu pukul 12:00 pm sampai 05:00 am. Senyenyak apapun tidurnya dan selemah apapun raganya ia pasti meluangkan waktunya untuk mencuri pada jam tersebut.

Suatu ketika, di tengah aktivitasnya yang sementara mencuri tak sengaja ada orang yang sedang memerhatikannya tanpa menegurnya. Lama-lama, Kiki sadar ada yang  mengikutinya, ia pun panic dan heran, Karena biasanya dia tidak pernah ketahuan. Orang tersebut bahkan ikut mengendap-endap seperti pencuri. Dengan suara yang pelan dan senyuman ia menyapa Kiki (Si Pencuri Profesional) dan berkata, “Mau mencuri juga ya ?”. dengan wajah tanpa ekspresi dan mata yang melongok Kiki menjawab,”iii…..iya”. “sama, saya juga mau mencuri”, ujar orang tersebut. “Lalu, mengapa anda memakai baju tidur ?”,tanya Kiki. “Sebenarnya, selain sebagai pencuri, saya juga sebagai pemilik rumah ini”, jawab orang tersebut dengan santai. Tanpa berpikir panjang, Kiki langsung kabur. Tapi sial, ternyata pintu rumah sudah dikunci dan memang sudah dipersiapkan untuk menjebak Kiki. “Ahhh… sudah tidak ada harapan, pasti saya akan dijebloskan ke sel”, gumam kiki. Tetapi di luar dugaan, ternyata pemilik rumah tersebut malah mengajak Kiki berbincang-bincang tentang alasannya mencuri. Ia pun menjelaskan  semuanya kepada pemilik rumah tersebut. Pemilik rumah berjanji tidak akan melaporkannya ke polisi asalkan ia bisa mengubah kebiasaan buruknya tersebut.
Kiki berjanji akan berusaha menghentikan kebiasaannya. Malam tiba, seperti biasa Kiki berangkat untuk memenuhi kebutuhannya, apalagi kalau bukan mencuri. Setelah pulang, ia baru teringat janjinya kepada orang tersebut. Ia pun menyesal karena tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri dari nafsunya. Keesokan harinya, ia bertekad tidak akan pergi mencuri. Bahkan, ia memakan obat tidur supaya tidak terbangun untuk mencuri. Tapi semua itu sia-sia, lagi-lagi ia tetap terbangun dan melakukan hal itu lagi. Saking terbiasanya, ia merasa bahwa tidak akan ada hal apapun yang mampu mengubah kebiasaanya termasuk diancam masuk tahanan. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyerahkan diri ke polisi saja, karena ia berpikir sudah tua dan ujung-ujungnya pasti mendapatkan siksa.
Ketika ia bercerita dengan pemilik rumah yang tadi tentang keinginannya untuk menyerahkan diri, sang pemilik rumah malah melarangnya, ia berkata bahwa di sisa hidupnya itu harus diisi dengan hal-hal yang lebih bermanfaat daripada bersarang di sel. Orang ini, mencoba memberi saran supaya Kiki menjalankan sholat lima waktu dengan tepat waktu. “Tidak usah berhenti mencuri, cukup kamu harus menjalankan sholat lima waktu dengan tepat waktu”,ujar orang tersebut. Meskipun Kiki tidak mengerti apa maksud orang tersebut dan  apa hubungannya sholat dengan mencuri juga tidak bisa diidentifikasi, tapi ia mencoba menjalankan saran tersebut.

Selalu terngiang di telinganya tentang saran orang tersebut yang mengharuskannya sholat. Di mana pun Kiki berada pasti ia selalu memerhatikan panggilan adzan. Apabila adzan telah berkumandang, sesibuk apapun dia, pasti meluangkan waktu untuk sholat tepat pada waktunya. Hingga akhirnya, di suatu malam di mana ia seperti biasa melakukan aktivitas rutinnya yaitu mencuri dan kali ini ia nekat mencuri di rumah yang amat ketat penjagaannya. Saking ketatnya, butuh waktu lama untuk melewati seluruh rintangan sampai masuk ke tempat penyimpanan barang berharga si pemilik rumah. Di tengah-tengah kesibukannnya mengambil barang, terdengar bunyi adzan subuh yang menunjukkan waktu shalat subuh. Seketika Kiki langsung teringat komitmennya untuk shalat tepat pada waktunya. Tapi di sisi lain, ia sama saja menyerahkan diri apabila ia melaksanakan sholat karena harus mengeraskan suara. Setelah lama berpikir, ia memutuskan untuk tetap melaksanakan sholat subuh. Ia mengambil air wudhu, lalu kemudian mengumandangkan adzan selayaknya aturan dalam Islam. Suaranya membangunkan sang pemilik rumah. Bukannya takut,pemilik rumah malah heran sekaligus takjub dengan apa yang dilihatnya. Tanpa berpikir panjang, Si pemilik rumah langsung mengambil air wudhu dan ikut shalat di belakang Si pencuri. Selesai shalat, Si pencuri baru menyadari ternyata ada makmum yang mengikutinya dan itu tidak lain adalah si pemilik rumah. Si pencuri langsung panic dan tidak tau apa yang harus dilakukannya. “tamatlah riwayatku, pasti pemilik rumah ini tidak akan memaafkan saya”, gumam Kiki. Tapi di luar dugaan, dengan nada suara ramah si pemilik rumah berkata,”subhanallah… begitu indah nikmat yang diberikan Tuhan pada subuh ini,sungguh suatu keajaiban. anda pasti malaikat yang mengunjungi rumah ini ”. Kiki langsung terkejut dan hampir pingsan mendengar pernyataan itu, ternyata Ia dikira malaikat oleh si pemilik rumah. Ia pun langsung berlari keluar dan pulang. Hari itu ia menggigil kedinginan karena tidak habis pikir bahwa dia dianggap malaikat padahal sebenarnya berbanding terbalik 180 derajat. Kiki baru tau bagaimana rasanya malu tingkat tinggi. Sejak itu, ia sudah kapok mencuri. Ia tidak menyangka hal yang bisa menghentikan kebiasaan buruknya itu adalah dengan shalat.

Sabtu, 08 November 2014

Lucunya tuch DISINI

Warning !!


Cerita ini luar biasa panjang, dibutuhkan orang-orang hebat yang bisa membacanya sampai habis !!!
Jadi bagi yang tidak kuat hentikan sampai di sini !! atau anda akan penasaran… oh, satu lagi semoga otak anda tidak teracak2 ketika membaca artikel ini, soalnya dibutuhkan kecerdasan yang tinggi untuk memahaminya…

 Dari .. miss lebay *(kiki)*




Kisah nyata si Upay

Cinta Segi Lima



Anak-anak, memang selalu identik dengan doktrin yang kuat apalagi dari mulut yang paling dekat dengan telinganya. Heheh… jangan salah, ini filosofi pribadi dari penulis. Yahh.. itu sih menurutku, tapi sudah terbukti kok, karena penulis sendiri yang pernah mengalaminya dari waktu ke waktu sampai kemudian sadar dengan kedewasaan yang tumbuh sedikit demi sedikit. Aduuhh.. kita santai saja, nggak usah terlalu serius. Jadi begini kisahnya, suatu hari, ketika saya menginjak usia ke-7 tahun saat itu saya duduk di bangku SD kelas 3. Waktu itu, ada suatu lomba pidato yang diselenggarakan untuk merayakan hari kemerdekaan RI. Ibu guru memilih saya untuk mewakili sekolah saya. Sejak itu juga, saya mulai berlatih dengan naskah yang tergolong panjang bagi anak usia tujuh tahun. Meskipun demikian, motivasi yang ditransferkan oleh orang tua dan guru, membuat semangat saya berkobar untuk memberikan yang terbaik.
Setiap hari saya berlatih hingga mendekati kesempurnaan dan setiap berlatih, saya diminta agar merasa seolah-olah sedang berada di panggung,pokoknya harus perfect bahkan sampai ke hal-hal yang bersifat detil,itulah nasihat ibu saya.  Terlebih lagi, kemana-mana saya harus tenteng garam dan sesering mungkin menjilatnya mentah-mentah. Soalnya, saya punya penyakit suara, dan waktu itu garam dipercaya bisa memulihkan saya dari penyakit itu. Ihhh… kalau diingat-ingat agak konyol siihh.. tapi itu terbukti manjur lohh, dan memang sudah terbukti secara ilmiah. Heheheh… berbicara tentang ilmiah sedikit nggak apa2 kaaan, supaya lebih keren. Oke kembali ke ceritanya,jadi dulu bisa dikatakan kalau saya agak ditekan untuk menghapal pidato ini, dan membawakannya dengan sangat baik. Sampai-sampai saya merasa kepala saya hampir pecah karenanya. Hingga suatu ketika di hari latihan, saya kabur dan memilih untuk bermain bersama teman-teman. huuhuyyy… asyiknya, tiba-tiba muncul sesosok manusia dengan wajah sangarnya menyapaku dengan suara gunturnya. Ayooooo kira-kira siapa???  Yaaaa betul sekali, dia adalah seorang manusia yang biasa dijuluki mama atau ibu atau bunda atau ummi atau apalah namanya. Masih sangat segar di ingatan ini, ketika waktu itu saya diseret pulang. Uuulalaaa’ sakitnya tuch di sini.  sampai di rumah, saya tidak langsung berlatih tapi sebelumnya saya diberi hadiah yang sangat istimewa. Yach, cubitan special dari mama tersayang, jadi jangan heran kalau waktu kecil kulit saya bermotif karena bekas cubitan wowww.

Hari demi hari berlalu, waktu harus memaksa saya untuk tampil di panggung yang sebenarnya (bukan panggung khayalan saat berlatih). Awalnya, saya merasa tenang dalam menyampaikan pidato saya. Namun, beberapa selang waktu gelak tawa dari penonton terdengar riuh. Bukannya malu, hal itu justru membuat saya semakin percaya diri dan merasa berhasil membuat mereka terpukau. Saya pun ikut tertawa bersama mereka. Tak lama kemudian, pidato saya berakhir, dengan nada suara yang keras, saya bersorak sambil turun dari panggung. Saya langsung bercerita kepada teman saya mengenai kebanggaan saya yang telah berhasil membuat mereka terpukau. Namun, ketika saya bercerita, teman saya malah menertawai saya dan berkata, “Mereka tertawa bukan karena pidatomu yang memukau, tapi karena kamu terlihat bodoh di panggung dengan menggunakan tanganmu sendiri sebagai mikrofon”. Awalnya, saya heran, bingung bercampur pusing karena tidak mengerti dengan apa yang dimaksud teman saya. Tapi setelah saya berpikir sejenak dan menggunakan logika mungil saya, saya pun tersadar, ternyata sejak tadi saya tidak menggunakan mikrofon sebagai pengeras suara,tetapi hanya mengepalkan tangan saya tanpa memegang apapun. Dan akhirnya, hal itulah yang membuat saya terlihat bodoh dan mengundang gelak tawa para audience. Aduuuchhh.. malunya diri ini. Naaaah, itulah yang saya maksud tadi  bahwa anak-anak selalu identik dengan doktrin yang kuat apalagi dari mulut yang paling dekat dengan telinganya. Mulut yang kumaksud itu adalah mulut mama saya yang setiap harinya meminta saya untuk berlatih secara sempurna sampai ke hal-hal yang detil. Seperti, membayangkan kalau sedang tampil di panggung, membiasakan diri untuk menggunakan mikrofon dll. Tapi saya  bersyukur telah mengalami  kejadian tersebut, karena dengannya saya belajar bahwa persiapan yang sempurna sekalipun bukanlah penentu kesuksesan, tetapi juga dibutuhkan kehati-hatian dan kespontanan dalam menyikapi hidup. 

okay, demikianlah cerita singkat mengenai pengalaman hidup saya. Eiiitsszzz.. tapi itu hanyalah setitik dari sekian  banyak cerita-cerita yang   saya alami. penasaran????? Ayooo ikuti kisah selanjutnya dengan cara follow blog ini