Multicursor - Busy

Sabtu, 08 November 2014

Lucunya tuch DISINI

Warning !!


Cerita ini luar biasa panjang, dibutuhkan orang-orang hebat yang bisa membacanya sampai habis !!!
Jadi bagi yang tidak kuat hentikan sampai di sini !! atau anda akan penasaran… oh, satu lagi semoga otak anda tidak teracak2 ketika membaca artikel ini, soalnya dibutuhkan kecerdasan yang tinggi untuk memahaminya…

 Dari .. miss lebay *(kiki)*




Kisah nyata si Upay

Cinta Segi Lima



Anak-anak, memang selalu identik dengan doktrin yang kuat apalagi dari mulut yang paling dekat dengan telinganya. Heheh… jangan salah, ini filosofi pribadi dari penulis. Yahh.. itu sih menurutku, tapi sudah terbukti kok, karena penulis sendiri yang pernah mengalaminya dari waktu ke waktu sampai kemudian sadar dengan kedewasaan yang tumbuh sedikit demi sedikit. Aduuhh.. kita santai saja, nggak usah terlalu serius. Jadi begini kisahnya, suatu hari, ketika saya menginjak usia ke-7 tahun saat itu saya duduk di bangku SD kelas 3. Waktu itu, ada suatu lomba pidato yang diselenggarakan untuk merayakan hari kemerdekaan RI. Ibu guru memilih saya untuk mewakili sekolah saya. Sejak itu juga, saya mulai berlatih dengan naskah yang tergolong panjang bagi anak usia tujuh tahun. Meskipun demikian, motivasi yang ditransferkan oleh orang tua dan guru, membuat semangat saya berkobar untuk memberikan yang terbaik.
Setiap hari saya berlatih hingga mendekati kesempurnaan dan setiap berlatih, saya diminta agar merasa seolah-olah sedang berada di panggung,pokoknya harus perfect bahkan sampai ke hal-hal yang bersifat detil,itulah nasihat ibu saya.  Terlebih lagi, kemana-mana saya harus tenteng garam dan sesering mungkin menjilatnya mentah-mentah. Soalnya, saya punya penyakit suara, dan waktu itu garam dipercaya bisa memulihkan saya dari penyakit itu. Ihhh… kalau diingat-ingat agak konyol siihh.. tapi itu terbukti manjur lohh, dan memang sudah terbukti secara ilmiah. Heheheh… berbicara tentang ilmiah sedikit nggak apa2 kaaan, supaya lebih keren. Oke kembali ke ceritanya,jadi dulu bisa dikatakan kalau saya agak ditekan untuk menghapal pidato ini, dan membawakannya dengan sangat baik. Sampai-sampai saya merasa kepala saya hampir pecah karenanya. Hingga suatu ketika di hari latihan, saya kabur dan memilih untuk bermain bersama teman-teman. huuhuyyy… asyiknya, tiba-tiba muncul sesosok manusia dengan wajah sangarnya menyapaku dengan suara gunturnya. Ayooooo kira-kira siapa???  Yaaaa betul sekali, dia adalah seorang manusia yang biasa dijuluki mama atau ibu atau bunda atau ummi atau apalah namanya. Masih sangat segar di ingatan ini, ketika waktu itu saya diseret pulang. Uuulalaaa’ sakitnya tuch di sini.  sampai di rumah, saya tidak langsung berlatih tapi sebelumnya saya diberi hadiah yang sangat istimewa. Yach, cubitan special dari mama tersayang, jadi jangan heran kalau waktu kecil kulit saya bermotif karena bekas cubitan wowww.

Hari demi hari berlalu, waktu harus memaksa saya untuk tampil di panggung yang sebenarnya (bukan panggung khayalan saat berlatih). Awalnya, saya merasa tenang dalam menyampaikan pidato saya. Namun, beberapa selang waktu gelak tawa dari penonton terdengar riuh. Bukannya malu, hal itu justru membuat saya semakin percaya diri dan merasa berhasil membuat mereka terpukau. Saya pun ikut tertawa bersama mereka. Tak lama kemudian, pidato saya berakhir, dengan nada suara yang keras, saya bersorak sambil turun dari panggung. Saya langsung bercerita kepada teman saya mengenai kebanggaan saya yang telah berhasil membuat mereka terpukau. Namun, ketika saya bercerita, teman saya malah menertawai saya dan berkata, “Mereka tertawa bukan karena pidatomu yang memukau, tapi karena kamu terlihat bodoh di panggung dengan menggunakan tanganmu sendiri sebagai mikrofon”. Awalnya, saya heran, bingung bercampur pusing karena tidak mengerti dengan apa yang dimaksud teman saya. Tapi setelah saya berpikir sejenak dan menggunakan logika mungil saya, saya pun tersadar, ternyata sejak tadi saya tidak menggunakan mikrofon sebagai pengeras suara,tetapi hanya mengepalkan tangan saya tanpa memegang apapun. Dan akhirnya, hal itulah yang membuat saya terlihat bodoh dan mengundang gelak tawa para audience. Aduuuchhh.. malunya diri ini. Naaaah, itulah yang saya maksud tadi  bahwa anak-anak selalu identik dengan doktrin yang kuat apalagi dari mulut yang paling dekat dengan telinganya. Mulut yang kumaksud itu adalah mulut mama saya yang setiap harinya meminta saya untuk berlatih secara sempurna sampai ke hal-hal yang detil. Seperti, membayangkan kalau sedang tampil di panggung, membiasakan diri untuk menggunakan mikrofon dll. Tapi saya  bersyukur telah mengalami  kejadian tersebut, karena dengannya saya belajar bahwa persiapan yang sempurna sekalipun bukanlah penentu kesuksesan, tetapi juga dibutuhkan kehati-hatian dan kespontanan dalam menyikapi hidup. 

okay, demikianlah cerita singkat mengenai pengalaman hidup saya. Eiiitsszzz.. tapi itu hanyalah setitik dari sekian  banyak cerita-cerita yang   saya alami. penasaran????? Ayooo ikuti kisah selanjutnya dengan cara follow blog ini


Tidak ada komentar:

Posting Komentar